Jumat, 07 Agustus 2009

Marcus Wanma, Pemimpin Yang Memenuhi Harapan Rakyat

Air mata Marcus Wanma tak terbendung setiap kali mengenang masa-masa sebelum Raja Ampat menjadi daerah otonom. Sebagai bagian dari warga masyarakat Raja Ampat ketika itu, ia turut merasakan betapa sulitnya masyarakat menemukan hakekat dan makna kehidupan yang lebih baik. Setidaknya dari sisi aksebilitas dan pelayanan pembangunan.

Marcus Wanma menggambarkan sebelum pemekaran mayoritas masyarakat Raja Ampat hidup dibawah garis kemiskinan. Wilayahnya terisolir serta pelayanan pembangunan masih kurang. “Banyak anak-anak Raja Ampat yang putus sekolah. Kasus kematian ibu dan anak sangat tinggi. Mereka hidup di pulau-pulau yang terpencil dan jauh dari pelayanan pemerintahan,” kenangnya.

Marcus Wanma tidak serta-merta menyalahkan pemerintah kala itu. Luasnya wilayah pemerintahan dan minimnya sarana transportasi memperlebar jarak antara masyarakat dan pemerintah. Hasilnya pelayanan pemerintahan tidak optimal. Pembangunan berjalan ditempat dan masyarakat terjerat belunggu kemiskinan ditengah kelimpahan sumber daya lautnya.

Bukan itu saja, kondisi geografis daerah Raja Ampat yang terdiri dari laut menjadi hambatan pada pelayanan pemerintahan. Roda pemerintahan dan pembangunan jarang menyentuh daerah yang tepat di garis khatulistiwa tersebut. “Bayangkan untuk sampai ke wilayah Misool, Ayau, Kofiau ataupun daerah lainnya, kita harus membutuhkan waktu yang lama dengan biaya yang tidak sedikit,” ujar Pak Wanma.

“Saat itu, masyarakat Raja Ampat jauh tertinggal dari daerah lainya di Papua. Masyarakat Raja Ampat sangat merindukan perubahan,” tambahnya.

Kondisi yang digambarkan Marcus Wanma juga diceritakan beberapa tokoh masyarakat dan tokoh adat Kabupaten Raja Ampat. Samgar Sosir,S.Sos, Tokoh Masyarakat Waigeo Utara, yang saat ini menjabat sebagai Kepala Badan Kepegawai Daerah Kabupaten Raja Ampat mengakui Raja Ampat sebelum pemekaran sangat terasing dari pembangunan.

“Saya lihat waktu ketika masih bergabung dengan Kabupaten Sorong, daerah Raja Ampat diasingkan dari pembangunan baik infrastuktur, sumber daya manusia, dan kesehatan. Kita tertinggal jauh sekali,” kata Samgar.

Hal yang sama diungkapkan, Rasyid Wauyai. Sebelum pemekaran, pria yang sehari-harinya sebagai Kepala Kampung Beo ini mengakui pembangunan di Kampung Beo berjalan di tempat. Tidak ada perubahan. Tidak ada pembangunan. Kondisi itu merata di semua kampung di distrik Teluk Mayalibit. “Sebelum pemekaran, masyarakat di Kampung Beo, demikian juga kampung-kampung lain di Distrik Teluk Mayalibit hanya menunggu takdir. Tidak bisa buat apa-apa. Ini dirasakan oleh hampir semua kampung,” terang Rasyid.

“Setelah pemekaran sampai saat ini, pemda Raja Ampat telah membangun 20 unit perumahan rakyat tipe 36 dibangun di Kampung Beo. Sekolah juga sudah berjalan, sudah ada ruko. Kami juga mendapatkan bantuan pemberdayaan ekonomi rakyat dari pemerintah seperti ketinting, solar sell, keramba ikan, bantuan budidaya kerapu. Juga beberapa bantuan lain seperti bantuan dana respek, dan lain sebagainya,” banding Rasyid.

Kondisi sebelum pemekaran membuat bathin Marcus Wanma, kelahiran Kampung Asukweri, Distrik Waigeo Utara ini terus bergejolak. Ia ingin melakukan sesuatu bagi masyarakarat Raja Ampat. Karena itu, ditengah kesibukannya sebagai pegawai Negeri Sipil di Kabupaten Sorong, ia tak pernah berhenti memikirkan nasib sekitar 46.000 warga masyarakat Kabupaten Raja Ampat, yang tersebar di 610 pulau di Kabupaten Raja Ampat. “Ketika menjadi PNS di Kabupaten Sorong saya terus berpikir tentang apa yang harus saya buat untuk masyarakat saya,” kenang Wanma.

Namun kerinduan dan pergolakan bathinnya tidak mengendorkan semangat dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari. Sebagai Pegawai Negeri Sipil di Kabupaten Sorong, Marcus Wanma tetap menunjukan kedisiplinan, ketekunan dan keuletannya dalam berkarya. Semangat pengabdiannya bagi masyarakat Kabupaten Sorong tetap dijunjung tinggi. Kualitas kerjanya terus ditingkatkan. Prestasi kerja yang ditunjukkan Pak Wanma mendorong Bupati Kabupaten Sorong, Jhon Piet Wanane, SH menunjuknya sebagai Kepala Badan Kepewagaian Daerah Kabupaten Sorong, guna memberikan pelayanan yang prima bagi seluruh pegawai di Kabupaten Sorong. Karier Pak Wanma terus menanjak. Bahkan ia pernah ditunjuk sebagai asisten III Setda Kabupaten Sorong. Ketika ia menjabat sebagai asisten III,

Prestasi kerja Pak Wanma, tidak hanya diakui, Jhon Piet Wanane, tetapi juga dicatat Menteri Dalam Negeri ketika itu. Lahirnya undang-undang nomor 26 tahun 2002 tentang pemekaran 14 Kabupaten/Kota di Papua, dimana salah satunya adalah Kabupaten Raja Ampat. Nama Marcus Wanma dideretkan sebagai salah putra terbaik Papua untuk memimpin daerah pemekaran tersebut. Ia ditunjuk sebagai Penjabat Bupati Kabupaten Raja Ampat.

Penunjukan tersebut seakan mengabulkan impian, cita-cita dan kerinduan Pak Wanma untuk membawa perubahan bagi masyarakat Raja Ampat. Sebagai pribadi yang beriman dan taat beribadah, ia mengakui pemekaran bukan hanya usaha manusia semata tetapi juga berkat campuran tangan ilahi guna membawa masyarakat Raja Ampat pada keadaan yang lebih baik. “Pemekaran adalah jembatan emas untuk menghantar masyarakat pada kesejahteraan. Ini adalah anugerah Tuhan bagi masyarakat Raja Ampat,” ujarnya.

Lahir di kampung yang terpencil menguatkan filosofi Pak Wanma, bahwa tujuan pemekaran adalah memperpendek rentang kendali, membongkar keterisolasian, keterbelakangan dan mendekatkan pelayanan pembangunan dan pemerintahan kepada masyarakat. Sebagai anugerah Tuhan, pak Wanma mengakui pemekaran harus dimanfaatkan sebaik-baiknya hanya dan untuk kesejahteraan rakyat.

Untuk itu sebagai karakter bupati antara tahun 2003-2005, selain menjalan tugas-tugas pokoknya seperti mempersiapkan pemilihan legislatif, mempersiapkan infrastruktur dasar dan mempersiapkan pemilihan kepala daerah, juga melakukan berbagai terobosan, seperti pembangunan perumahan rakyat, mempersiapkan pendidikan, layanan kesehatan kepada masyarakat. Dalam masa tugasnya sebagai karakter, Marcus Wanma sering melakukan kunjungan keliling dari kampung ke kampung untuk melihat dari dekat keadaan dan kebutuhan masyarakat.

Dalam kunjungan itu, Marcus Wanma mengakui bahwa ada banyak hal yang dilakukan guna memperbaiki nasib masyarakat Raja Ampat di segala bidang. Selain ingin melihat keadaan masyarakat dari dekat, Marcus Wanma yang gemar membaca ini mau mendengar langsung kebutuhan dan harapan masyarakat. Data-data lapangan tersebut, kemudian dirumuskannya dalam program-program pembangunan.

“Sejak awal bahkan sampai sekarang, pak Wanma sering melakukan kunjungan ke Kampung-Kampung. Bahkan setiap tahun 2-3 kali Pak Wanma mengunjugi kampung-kampung yang ada di Raja Ampat,” ujar Asisten Administrasi Umum Setda Kabupaten Raja Ampat, Drs. Untung.

Jabatan sebagai karakteker bupati, bukanlah pekerjaan mudah bagi Marcus Wanma. Sebagai daerah baru, pak Wanma diperhadapkan berbagai masalah seperti ketiadaan infrastruktur dasar, kekurangan sumber daya manusia, kualitas pelayanan kesehatan yang kurang memadai, kemiskinan yang melilit masyarakat Raja Ampat yang umumnya mendiami wilayah pesisir serta tidak adanya sarana transportasi.

“Kabupaten ini kita bangun dari “nol”. Ibarat kendaraan bermotor, kita start dari kilo meter “0”. Dimana-mana kita menemukan kekurangan. Bahkan sejak pertama kita masuk Waisai, kita harus membangun tenda-tenda sebagai tempat tinggal. Saat itu Waisai masih hutan belukar,” kisahnya.

Kaitan dengan masalah-masalah tersebut Pak Wanma mengakui itu hanyalah ujian untuk membuat pribadinya bijaksana dalam mencari solusinya. “Daerah ini dimekarkan untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut. Kita dipanggil untuk menyelesaikan masalah-masalah seperti ini,” ujar Marcus Wanma yang gemar berolahraga bulutangkis dan bola volley tersebut.

Sebagaimana tugas seorang karakter bupati, Marcus Wanma berhasil mempersiapkan penyelenggaraan pemilihan legislatif pertama di kabupaten yang memiliki jenis terumbu karang terbanyak di dunia tersebut. Selain itu. Ia pun berhasil mempersiapkan beberapa infrastruktur dasar. Pada bulan Awal 2005, ia mengundurkan diri dari karakter bupati dan mempersiapkan diri untuk mengikuti pemilihan kepala daerah. Pejabat Bupati diganti oleh Alm.Drs. Jack Kapissa. “Banyak tokoh masyarakat, tokoh agama dan lapisan masyarakat lainnya meminta saya maju dalam pilkada pertama di kabupaten ini,” katanya.

Pada bulan Oktober 2005, Drs. Marcus Wanma, M.Si yang berpasangan dengan Drs. Inda Arfan memperoleh suarat mayoritas pada pemilihan kepala daerah. Tepat pada 16 Nopember 2005, Marcus Wanma dilantik jadi bupati Raja Ampat oleh Pejabat Gubernur Provinsi Irian Jaya Barat, Purn. Brigjen. Bram Atururi dan disaksikan oleh Pimpinan dan Anggota DPRD Provinsi Irian Jaya Barat, Jimmy Demianus Idji.


Bagi Marcus Wanma, kemenanganya pada pilkada pertama tersebut merupakan kepercayaan sekaligus tanggung jawab untuk mengabdikan yang terbaik bagi masyarakat Raja Ampat. “Kemenangan ini adalah kepercayaan rakyat, yang juga merupakan tanggung jawab bagi saya untuk menjalankan amanah mereka di kabupaten ini,” ujar Marcus Wanma.

Setelah dilantik menjadi bupati definitive, Marcus Wanma perubahan dimana-mana. Dengan berpijak pada visi: Mewujudkan Kabupaten Raja Ampat sebagai kabupaten bahari yang didukung potensi sumber daya pariwisata, perikanan dan kelautan menuju masyarakat madani dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia, ia memperhatikan pembangunan di semua bidang bidang seperti mempersiapkan infrastruktur dasar, pendidikan, kesehatan, pemberdayaan ekonomi kerakyatan. by. Petrus Rabu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar